Kemarau di Tanah
Pusara
Oleh : Fikrie Noor Aisyah ft.
Bp. Yulians Hari
Download Google |
Rabu, 11 Sptember 2013 di
Kelas
Ini
dia paragraph diskriptif karyaku (diedit Pak Hari). Pelajaran Bahasa Indonesia jam
ke 5-6 ini cukup membuatku menguras otak. Belum ada persiapan matang untuk
bahan materi kali ini. Yang aku ingat hanya disuruh menganalisis cerpan
(Sastra) ternyata jadwalnya sekarang Bahasa Indonesia. Dan tugasnya adalaaaaaaaaah
mendiskripsikan sesuatu yang pernah ditangkap oleh indra kita, apapun. Tadi pagi
sudah sempet search di google tentang burung Kakaktua. Tapi beralih pandangan
dengan keadaan yang sekarang terjadi (errrrr). Tiba-tiba saja aku ditunjuk maju
ke depan, menulis hasil diskripsi. Mengetik di laptop Pak Hari Coy. Saatnya bilang WAW! Karena
nggak ada yang mau maju (aslinya banyak tapi pada malu yakan?) alhasil dengan
PDnya aku maju.
Setelah
selesai menulis dan menampilkan hasilnya di layar LCD (pamer) kemudian di
koreksi Pak Hari. Itu yang terblacklist tidak masuk dalam paragraf diskriptif.
OK.
“Saya pengen tahu 2 kalimat awal itu maksudnya
biar gimana? Kalo ada dingin, basah, musim hujan itu malah bisa menjatuhkan
imajinasi pembaca.”
“2
kalimat terakhir itu juga tidak perlu digunakan. Kalau ada seperti itu tidak
jadi peragraf deskritif lagi.” Begitulah sekiranya.
Judul
aslinya Keringnya Kemarau. Koreksi dari
temen-temen kebanyakan bilang kalau kemarau sudah pasti kering. Kejiwaanmu Dut!
Hahaha. Sigh! Kemudian Pak Hari menawariku beberapa pilihan judul yang
dibuatnya agar lebih menarik. Great!
Sebenarnya
ada hal lain yang membuatku tertarik mendiskripsikan ‘Kemarau’. Sebgian besar orang
yang mendengar kata kemarau pasti akan berpikiran tentang kekeringan ya? Iya
iya bisa jadi. Tidak tidak! Aesmbuh! Sama dengan yang aku rasain sekarang. Kering.
Hatiku kering. Nggak pernah dibasahi oleh kasih sayang Tuhan. Sadar akan banyak
dosa yang telah kuperbuat selama ini yang membuat Tuhan mungkin tak akan
memaafkannya. Astaghfirullah haladzim. Brrrrrr.
Backspace.
Backspace. Backspace. Backspace. Backspace. Backspace. Backspace.
“Sisan
ngko sue-sue didelete kabeh Dut (sekalian saja nanti dihapus semua Dut).” Lifta
agak berbisik kepadaku. Namun lagi-lagi kecolongan.
“Bisa
saja yang tadinya beberapa kalimat hanya menjadi 3 atau 4 kalimat karena memang
banyak yang tidak butuhkan seperti ini tadi.” Pak Hari menimpal.
Aku,
Lifta, Niki, dan Tifa masih sibuk berhaha-hihi ketika Pak Hari meminta salah
satu siswa lagi untuk menuliskan karyanya. Akhirnya aku menunjuk Bima karena tadi
sudah memesan bahwa dia yang akan menulis setelahku. Namun dia mengurungkan
niatnya tadi karena dia merasa minder setelah membaca hasilku dan dikoreksi Pak
Hari sedemikian rupa.
“Haruse
mau sing maju pertama ojo kowe Dut, podho wae ngedunke mentale laine (Harusnya
yang maju pertama bukan kamu Dut, sama saja menurunkan mental yang lain).” celetuk
Tifa.
Kenape
jadi gue yang disalahin? Dududu. Maafin Kidut lah teman-teman. Punya kalian pasti
juga lebih baik dari punya Kidut. Hanya saja yang dikoreksi Pak Hari kebetulan
punya Kidut. I’m so sory.
Ini
kesempatan kita untuk menjadi yang lebih baik Guys. Kesempatan untuk melakukan
yang lebih baik. Tunjukkan semua kemampuan kita. Curahkan aspirasi kalian di
sini! Jangan pernah sedikitpun lengah untuk selalu berusaha! Maybe
we are not the best, but we can do the best. Language Programme w/ Mr. Yulians
Hari Praptono☺
Join us @LanguageWdy37 (♥-̮♥)