Rabu, 11 September 2013

Kemarau di Tanah Pusara


Kemarau di Tanah Pusara
Oleh : Fikrie Noor Aisyah ft. Bp. Yulians Hari

Download Google


Musim silih berganti. Panas, dingin, kering, basah, musim hujan, musim kemarau, begitu seterusnya. Pertengahan musim masih kering. Kemarau berkepanjangan. Daun-daun cokelat beterbangan di jalanan. Melihat ke atas,tak ada satupun dedaunan yang tersisa. Hampir tak ada makhluk Tuhan bernama tumbuhan yang menghiasai taman meski hanya sebuah duri. Dunia serasa sungguh panas, seperti berada di dekat perapian. Tak ada yang bisa meneduhkan kala keringat bercucuran kepanasan. Manusia enggan menampakkan dirinya agar tak tersengat dahsyatnya sinar matahari. Sawah-sawah kering kerontang. Tanah lading yang begitu tandus. Banyak guratan-guratan kecil yang membelah tanah menjadi beberapa bagian. Dua ayam bertengger di padar rumah. Sekawan itik kelabakan kesana-kemari mencari kubangan air. Mulutnya menganga, nafasnya terengah-engah. Hanya anak-anak kecil yang sanggup bersorak-sorai, bertelanjang dada. Dimana kita bisa mendapatkan air? Apakah harus engan air mata kita mengahadapi keringnya kemarau ini?
Rabu, 11 Sptember 2013 di Kelas


Ini dia paragraph diskriptif karyaku (diedit Pak Hari). Pelajaran Bahasa Indonesia jam ke 5-6 ini cukup membuatku menguras otak. Belum ada persiapan matang untuk bahan materi kali ini. Yang aku ingat hanya disuruh menganalisis cerpan (Sastra) ternyata jadwalnya sekarang Bahasa Indonesia. Dan tugasnya adalaaaaaaaaah mendiskripsikan sesuatu yang pernah ditangkap oleh indra kita, apapun. Tadi pagi sudah sempet search di google tentang burung Kakaktua. Tapi beralih pandangan dengan keadaan yang sekarang terjadi (errrrr). Tiba-tiba saja aku ditunjuk maju ke depan, menulis hasil diskripsi. Mengetik  di laptop Pak Hari Coy. Saatnya bilang WAW! Karena nggak ada yang mau maju (aslinya banyak tapi pada malu yakan?) alhasil dengan PDnya aku maju. 

Setelah selesai menulis dan menampilkan hasilnya di layar LCD (pamer) kemudian di koreksi Pak Hari. Itu yang terblacklist tidak masuk dalam paragraf diskriptif. OK. 

 “Saya pengen tahu 2 kalimat awal itu maksudnya biar gimana? Kalo ada dingin, basah, musim hujan itu malah bisa menjatuhkan imajinasi pembaca.”
“2 kalimat terakhir itu juga tidak perlu digunakan. Kalau ada seperti itu tidak jadi peragraf deskritif lagi.” Begitulah sekiranya.

Judul aslinya Keringnya Kemarau. Koreksi dari temen-temen kebanyakan bilang kalau kemarau sudah pasti kering. Kejiwaanmu Dut! Hahaha. Sigh! Kemudian Pak Hari menawariku beberapa pilihan judul yang dibuatnya agar lebih menarik. Great!

Sebenarnya ada hal lain yang membuatku tertarik mendiskripsikan ‘Kemarau’. Sebgian besar orang yang mendengar kata kemarau pasti akan berpikiran tentang kekeringan ya? Iya iya bisa jadi. Tidak tidak! Aesmbuh! Sama dengan yang aku rasain sekarang. Kering. Hatiku kering. Nggak pernah dibasahi oleh kasih sayang Tuhan. Sadar akan banyak dosa yang telah kuperbuat selama ini yang membuat Tuhan mungkin tak akan memaafkannya. Astaghfirullah haladzim. Brrrrrr. 

Backspace. Backspace. Backspace. Backspace. Backspace. Backspace. Backspace.
“Sisan ngko sue-sue didelete kabeh Dut (sekalian saja nanti dihapus semua Dut).” Lifta agak berbisik kepadaku. Namun lagi-lagi kecolongan.

“Bisa saja yang tadinya beberapa kalimat hanya menjadi 3 atau 4 kalimat karena memang banyak yang tidak butuhkan seperti ini tadi.” Pak Hari menimpal.

Aku, Lifta, Niki, dan Tifa masih sibuk berhaha-hihi ketika Pak Hari meminta salah satu siswa lagi untuk menuliskan karyanya. Akhirnya aku menunjuk Bima karena tadi sudah memesan bahwa dia yang akan menulis setelahku. Namun dia mengurungkan niatnya tadi karena dia merasa minder setelah membaca hasilku dan dikoreksi Pak Hari sedemikian rupa.

“Haruse mau sing maju pertama ojo kowe Dut, podho wae ngedunke mentale laine (Harusnya yang maju pertama bukan kamu Dut, sama saja menurunkan mental yang lain).” celetuk Tifa.
Kenape jadi gue yang disalahin? Dududu. Maafin Kidut lah teman-teman. Punya kalian pasti juga lebih baik dari punya Kidut. Hanya saja yang dikoreksi Pak Hari kebetulan punya Kidut. I’m so sory.

Ini kesempatan kita untuk menjadi yang lebih baik Guys. Kesempatan untuk melakukan yang lebih baik. Tunjukkan semua kemampuan kita. Curahkan aspirasi kalian di sini! Jangan pernah sedikitpun lengah untuk selalu berusaha! Maybe we are not the best, but we can do the best. Language Programme w/ Mr. Yulians Hari Praptono

Join us @LanguageWdy37 ()